Minggu, 18 Oktober 2015

Pengertian Tarikh al-Rawi, dan penjelasan tentang pembagian Thabaqat al-Ruwat


MAKALAH STUDY HADIST II
PENGERTIAN TARIKH AL-RAWI, DAN PENJELASAN TENTANG PEMBAGIAN THABAQAT AL-RUWAT”








Dosen Pembimbing:
Mahbub Junaidi, M.Th.i



Disusun Oleh :
1.  Abdul Nafi’
2. M Saifullallah
3. Mujayanti
4. Rizki Amalia


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL’ULUM LAMONGAN
2015



KATA PENGANTAR
 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulilah,puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat hidayah dan karunianya sehingga makalah tentang pengertian tarikh al-rawi, dan penjelasan tentang pembagian thabaqat al-ruwat ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabiullah Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah  Study Hadits II. Dalam penulisan makalah ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Mahbub Junaidi, M.Th.i selaku dosen pengampu mata kuliah  Study Hadits II dan kepada pihak-pihak yang memberikan motivasi dalam upaya penyelesaian makalah ini. Namun demikian,dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-kekuranganya,untuk itu penyusun mengharapkan masukan dan saran bagi pihak-pihak yang mempelajari makalah ini demi keberhasilan yang lebih baik lagi untuk waktu yang akan datang. Karena penyusun menyadari bahwa segala kekurangan itu datangnya dari kita sendiri sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan jika terdapat kelebihan, semua itu tentu karena kehendak Allah SWT. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua khususnya penyusun. Aamiin.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Lamongan , 03 oktober  2015

                                Penyusun



 DAFTAR ISI
kata pengantar………………………………….. .. .………………………..      i
daftar isi…..……………………………………. . . …………………………...    ii
 BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang……..…… . . . ……………………………………….      1
B.     Rumusan masalah……. . . …..…………………………………………     1
BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian Tarikh al-Rawi ………………………………….. ..……..    2
B.     Pengertian tentang pembagian Thabaqat al-Ruwat ……………………..   4

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan …………………………………………….………….……   8
B.     kritik dan saran………………………………………. ….… . . . ……...    9
 DAFTAR PUSTAKA. .…………………………….……………………...... 10



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Ilmu untuk mengetahui data diri rawi ini merupakan gabungan dari beberapa pengetahuan yang dapat menentukan sosok diri seorang rawi sehingga ia dapat di bedakan dari rawi lainnya. Kemudian di telitilah karakteristik lalu di nilailah apakah ia patut di-jhar atau di-ta’dil
Kajian yang di butuhkan untuk mengenal sosok diri seorang rawi meliputi aspek sejarahbdan aspek namanya dengan segala hal terkait, seperti kapan seorang rawi di lahirkan, kapan seorang rawi menerima hadist yang dirawikan, kapan seorang rawi menyampaikan hadist tersebut, dan kapan seorang rawi wafat.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian tarikh al-rawi itu?
2.      Apa pengertian tentang pembagian thabaqat al-ruwat?

C.     TUJUAN
1.      Agar mahasiswa mengetahui pengertian tarikh al-rawi.
2.      Agar mahasiswa mengetahui pengertian tentang pembagian thabaqat al-ruwat.

D.    MANFAAT
1.      Mahasiswa nmengetahui pengertian tarikh al-rawi.
2.      mahasiswa mengetahui pengertian tentang pembagian thabaqat al-ruwat.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TARIKH AL-RAWI
Tarikh al-rawi adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadist. Dengan ilmu ini akan di ketahui keadaan dan identitas para perawi, seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa/waktu mereka mendengarkan hadist dari gurunya, siapa yang meriwayatkan hadist darinya, tempat tinggal mereka, tempat merekan melakukan lawatan, dan lain-lain. Ilmu ini mengkhususkan pembahasannya secara mendalampada sudut kesejarahan dari seseorang yang terlibat dalam periwayatan.[1]
Tema  ini merupakan fondasi bagi kajian historis para rawi, karena ia berpijak pada peristiwa-peristiwa yang di alami para rawi sepanjang hidup mereka. Bagi ahli hadist, sejarah memiliki kedudukan yang teramat penting untuk mengetahui sejauh mana bersambung dan terputusnya suatu sanad, untuk mengungkap karakteristik para rawi serta menyingkap tabir para pendusta.
Sufyan al-Tsaun berkata,”ketika para rawi banyak melakukan dusta, maka kami mengantisipasinya dengan menggunakan sejarah.” Hafsh Bin Ghiyat berkata, “apabila kamu menemukan suatu kecurigaan pada seorang rawi , maka perhitungkanlah ia dengan tahun.” Yakni hitunglah umurnya dan umur orang yang ia riwayatkan.
‘Afir Bin Mi’dan Al Kala’i berkata suatu hari dating kepadaku Umar Bin Musa Himsh, lalu kami berkumpul di masjid . kemudian ia berkata , ‘telah meriwayatkan hadist kepadaku gurumu yang shaleh.’ Setelah ia berbicara banyak, maka saya Tanya kepadanya ‘siapa yang anda maksud sebagi guru kami yang yang shaleh itu? Sebutkanlah namanya agar kami mrngetahuinya.’  Namanya adalah Khalid Bin Mi’dan,’ jawabnya. Aku bertanya lagi , ‘Tahun berapa anda bertemu dengannya?’ pada tahun 108 H.’ ‘di mana anda bertemu/’ desakku. ‘di gunung Armenia’. Kemudian aku berkata , ‘bertaqwalah kepada Allah, ya sam ! dan jangan berdusta. Khalid Bin Mi’dan itu telah wafat pada tahun 104 H, dan anda mengaku bertemu dengannya empat tahun setelah ia wafat.
Al-hakim berkata, “ketika datang kepada kami Muhammad Bin Hatim Al-Kasysyi dan meriwayatkan kepada ku sebuah hadist dari ‘abd bin humaid, maka kutanyakan kepadanya tahun kelahiran orang itu. Ia menjawab bahwa Abd lahir pada tahun 260H. kemudian kukatakan kepada murid-muridku bahwa syekh ini mendengar hadist dari ‘Abd Bin Hunaid tiap batas tahun setelah ia meninggal.” Abu Khalid Al-Saqa’ pada tahun 209 H mengaku mendengar hadist dari anas bin malik dan melihat Abdullah Bin  Umar. Abu Nu’aim bertanya heran, “waktu itu berapa tahun umurnya?” “berumur 125 tahun,” jawabnya. Abu Nu’aim berkata, “sesuai dengan pengakuannya, ibnu umar telah wafat lima tahun sebelum Abu Khalid sendiri lahir.
Oleh karena itu para ulama’ menekankan kepada para penuntul ilmu hadist agar terlebih dahulu menguasai sejarah dan mengetahui tahun wafatnya para guru hadist, mengingat ia termasuk cabang ilmu hadist yang paling terpenting. Lebih-lebih yang berkaitan dengan Rasulullah SAW, Para sahabat senior dan para tokoh agama. Dengan demikian maka tidak seorang muslim pun layak mengabaikannya, apalagi para penuntut ilmu hadist. Ini karena orang yang seandainya terpaut dan berminat dengan suatu disiplin ilmu tertentu, maka hatinya pasti juga berminat dengan segala sesuatu yang mengantarkannya. Dan seorang muslim lebih layak bersikap demikian
Diantara kitab tarikh para rawi yang paling besar yaitu sebagai berikut;
a)        Al-Tarikh al –kabir  karya Imam Al-Bukhori. Kitab ini membahas identitas dan karakteristik setiap rawi dengan cukup ringka, meliputi penjelasan tentang nama guru-guru dan murid-muridnya, jading-kadang mengungkap jarh wa al-ta’dil-nya tetapi banyak sekali tidak mengungkapkannnya. Kitab ini telah di cetak dalam delapan jilid.
b)        Al-tarikh  karya Ibnu Abi Khaitsamah, sebuah kitab yang besar : ibnu al-shalah berkata,”sungguh berlimpah faidah kitab ini.”
c)        Masyahir ‘ulama’ al-amshar karya Abu Hatim Muhammad Bin Hibban Al-Susti. Kitab ini membahas tarikh setiap rawi dengan sangat ringkas, hanya dengan dua tau tiga baris saja. Setiap rawi di lengkapi dengan tahu wafatnya. Kitab ini telah di cetak dua jilid

B.       THABAQAT AL-RUWAT
Thabaqat menurut bahasa adalah suatu kaum yang memiliki kesamaan dalam suatu sifat. Sedangkan menurut istilah muhadditsin, thabaqat adalah suatu kaum yang hidup dalam satu masa dan memiliki suatu keserupaan dalam umur dan sanad, yakni pengambilan hadist dari para guru.
Dengan pengertian ini, thabaqah identik dengan kata  jilun (generasi dari sisi kebersamaan dalam berguru).
Kadang kala para muhadditsin menganggap bahwa kebersamaan dalam menimba ilmu hadist cukup bias di katakan satu  thabaqah. Sebab pada umumnya mereka memiliki kesamaan dalam umur.
Peneliti dan pengamat ilmu hadist sangat di tuntut untuk mengetahui tahun kelahiran dan kematian setiap rawi, murid-muridnya, dan guru-gurunya. Kategorisasi bagi seorang rawi thabaqah bias berbeda-beda, tergantung pada segi penilaian dan hal-hal yang mendasari kategorisasinya. Oleh karena itu, sering kali dua orang rawi di anggap berada dalam satu thabaqah karena memiliki kesamaan dalam satu segi dan di anggap berada dalam thabaqah yang berlainan karena tidak memiliki kesamaan dalam segi lainnya.
Anas Bin Malik Al-Anshari berserta sahabat junior lain akan berada di bawah sekian thabaqah abu bakar dan sejumlah sahabat senior apa bila di lihat dari segi waktu mereka masuk islam. Namun, merekadapat dianggap dalam satu thabaqah apabila dilihat dari kesamaan mereka sebagai sahabat Nabi SAW. Dengan demikian, seluruh sahabat adalah thabaqah rawi yang pertama. Tabiin menempati thabaqah kedua, atba’ al-tabiin thabaqah ketiga, atba’ atba’ al-tabiin ‘thabaqah keempat dan atba’ atba’ atba’ al-tabiin thabaqah kelima. Kelima thabaqah itu adalah thabaqah  para rawi sampai kurun ketiga,  yakni akhir masa periwayatan.[2]
Ibnu hajar membagi thabaqah  berdasarkan kedekatan mereka dalam sanad atau kesamaan guru-guru dan masa hidup mereka. Menurut beliau, para rawi itu terdiri atas 12 thabaqah. Masing-masing thabaqah ia jelaskan kesamaan zamannya secara sepintas, yang dapat anda jumpai di dalam kitab taqrib al-tahdzib.
1.        Thobaqot yang pertama : para shahabat (الصحابة)
2.        Thobaqot yang kedua : thobaqot kibar tabi’in (كبار التابعين), seperti sa’id bin al-musayyib, dan begitu pula para mukhodhrom. Mukhodhrom (المخضرم) : orang yang hidup pada zaman jahiliyyah dan islam, akan tetapi ia tidak pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman. Misalnya : seseorang masuk islam pada zaman rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi ia tidak pernah bertemu rasulullah karena jauhnya jarak atau udzur yang lain. Atau seseorang yang hidup sezaman dengan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi ia belum masuk islam melainkan setelah wafatnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3.        Thobaqot ketiga : thobaqot pertengahan dari tabi’in (الطبقة الوسطى من التابعين), seperti al-hasan (al-bashri, pent) dan ibnu sirin, dan mereka adalah (berada pada) thobaqot yang meriwayatkan dari sejumlah shahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4.        Thobaqot keempat : tabi’in kecil (صغار التابعين), mereka merupakan thobaqot yang sesudah thobaqot yang sebelumnya (thobaqot ke-3, pent). Kebanyakan riwayat mereka adalah dari kibar tabi’in (thobaqot ke-1, pent). Rowi yang dalam thobaqot ini contohnya adalah az-zuhri dan qotadah.
5.        Thobaqot kelima : thobaqot yang paling kecil dari tabi’in (الطبقة الصغرى من التابعين), mereka adalah yang lebih kecil dari yang thobaqot-thobaqot tabi’in yang sebelumnya. Dan mereka adalah termasuk tabi’in, mereka melihat seorang atau beberapa orang shahabat. Contoh thobaqot ini adalah musa bin ‘uqbah dan al-a’masy.
6.        Thobaqot keenam : thobaqot yang sezaman dengan thobaqot ke-5 (عاصروا الخامسة), akan tetapi tidak tetap khobar bahwa mereka pernah bertemu seorang shahabat seperti ibnu juraij.
7.        Thobaqot ketujuh : thobaqot kibar tabi’ut tabi’in (كبار أتباع التابعين), seperti malik dan ats-tsauri.
8.        Thobaqot kedelapan : thobaqot tabi’u tabi’in pertengahan (الوسطى من أتباع التابعين), seperti ibnu ‘uyainah dan ibnu ‘ulaiyyah.
9.        Thobaqot kesembilan : thobaqot yang paling kecil dari tabi’ut tabi’in (الصغرى من أتباع التابعين), seperti yazid bin harun, asy-syafi’i, abu dawud ath-thoyalisi, dan abdurrozzaq.
10.    Thobaqot kesepuluh : thobaqot tertinggi yang mengambil hadits dari tabi’ut taabi’in (كبار الاخذين عن تبع الاتباع) yang mereka tidak bertemu dengan tabi’in, seperti ahmad bin hanbal.
11.    Thobaqot kesebelas : thobaqot pertengahan dari rowi yang mengambil hadits dari tabi’ut tabi’in (الوسطى من الاخذين عن تبع الاتباع), seperti adz-dzuhli dan al-bukhori.
12.    Thobaqot keduabelas : thobaqot yang rendah dari rowi yang mengambil hadits dari tabi’ut tabi’in (صغار الاخذين عن تبع الاتباع), seperti at-tirmidzi dan para imam yang enam lainnya yang tertinggal sedikit dari wafatnya para tabi’ut tabi’in, seperti sebagian para syaikh-nya an-nasa’i.
Adapun ulama yang membagi thabaqah shahabah kepada lima thabaqah, tersusun sebagai berikut:
1.      Ahli Badar.
2.      Mereka yang masuk Islam lebih dulu, berhijrah ke Habsyi dan menyaksian pertemuan-pertemuan sesudahnya.
3.      Mereka yang ikut perang Khandaq.
4.      Wanita-wanita yang masuk Islam, setelah mekah terkalahka dan sesudahnya.
5.      Anak-anak.[3]
 thabaqah para rawi sangat besar manfaatnya, karena dengannya dapat diketahui sejumlah rawi yang memiliki keserupaan dan sulit di bedakan; bias terhindar dari kekeliruan lantaran kesamaan antar rawi dalam nama dan kunyah­-nya, dapat mengetahui hakikat di balik tadlis, atau meneliti maksud ‘an’anah ( pernyataan seorang rawi: ‘an fulan), apakah ia dalam bentuk sanad yang muttadzil atau munqathi.
Menginggat begitu besar faidah kajian ini, banyak muhadditsin menyusun kitab tentang thabaqah. Dan dua kitab diantaranya telah di cetak.
a)      Al-thabaqat al-kubra karya Al-Imam Al-Hafizh Muhammad Bin Sa’d. kitab ini sangat kumplit dan besar faidahnya. Popularitasnya melebihi kitab-kitab lain yang sejenis.penyusunnya ialah seorang yang hafizh dan tsiqat. Akan tetapi, banyak isi kitab ini bersumber dari rawi yang dhaif, seperti Muhammad Bin Umar Al-Wadidi, gurunya. Ia menyebut gurunya ini dengan namanya dan nama ayahnya, yakni Muhammad Bin Umar tanpa di jelaskan julukannya. Juga gurunya yang lain, Hisyam Bin Muhammad Bin Al-Saib  Al-Kalbi. Dari kedua gurunya inilah ia banyak menggali bahan kiatbnya itu.
b)      Al-thabaqah karya Al-Imam Khalifah Bin Kayyath. Kitab ini sangat berfaedah dalam bentuk yang sangat ringkas dalam dua jilid di damaskus.[4]
                              














BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Tarikh al-rawi adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadist yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadist. Dengan ilmu ini akan di ketahui keadaan dan identitas para perawi, seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa/waktu mereka mendengarkan hadist dari gurunya, siapa yang meriwayatkan hadist darinya, tempat tinggal mereka, tempat merekan melakukan lawatan, dan lain-lain. Ilmu ini mengkhususkan pembahasannya secara mendalampada sudut kesejarahan dari seseorang yang terlibat dalam periwayatan.
Thabaqat menurut bahasa adalah suatu kaum yang memiliki kesamaan dalam suatu sifat. Sedangkan menurut istilah muhadditsin, thabaqat adalah suatu kaum yang hidup dalam satu masa dan memiliki suatu keserupaan dalam umur dan sanad, yakni pengambilan hadist dari para guru, pembagian thabaqah adalah sebagai berikut:
1.      Thobaqot yang pertama : para shahabat (الصحابة)
2.      Thobaqot yang kedua : thobaqot kibar tabi’in (كبار التابعين),
3.      Thobaqot ketiga : thobaqot pertengahan dari tabi’in (الطبقة الوسطى من التابعين),.
4.      Thobaqot keempat : tabi’in kecil (صغار التابعين),
5.      Thobaqot kelima : thobaqot yang paling kecil dari tabi’in (الطبقة الصغرى من التابعين), mereka adalah yang lebih kecil dari yang thobaqot-thobaqot tabi’in yang sebelumnya. Dan mereka adalah termasuk tabi’in, mereka melihat seorang atau beberapa orang shahabat.
6.      Thobaqot keenam : thobaqot yang sezaman dengan thobaqot ke-5 (عاصروا الخامسة), akan tetapi tidak tetap khobar bahwa mereka pernah bertemu seorang shahabat seperti ibnu juraij.
7.      Thobaqot ketujuh : thobaqot kibar tabi’ut tabi’in (كبار أتباع التابعين),
8.      Thobaqot kedelapan : thobaqot tabi’u tabi’in pertengahan (الوسطى من أتباع التابعين), seperti ibnu ‘uyainah dan ibnu ‘ulaiyyah.
9.      Thobaqot kesembilan : thobaqot yang paling kecil dari tabi’ut tabi’in (الصغرى من أتباع التابعين),.
10.  Thobaqot kesepuluh : thobaqot tertinggi yang mengambil hadits dari tabi’ut taabi’in (كبار الاخذين عن تبع الاتباع
11.  Thobaqot kesebelas : thobaqot pertengahan dari rowi yang mengambil hadits dari tabi’ut tabi’in (الوسطى من الاخذين عن تبع الاتباع),
12.  Thobaqot keduabelas : thobaqot yang rendah dari rowi yang mengambil hadits dari tabi’ut tabi’in (صغار الاخذين عن تبع الاتباع),

B.     KRITIK DAN SARAN
   Setiap mahasiswa   seharusnya lebih memperdalam ilmu pengetahuan sesuai dengan bidangnya  sehingga mempunyai skill. Di harapkan   lebih menyempurnakan makalah ini. Mahasiswa harus menjadi center learning student dalam perkuliahan sehingga mahasiswa yang lebih kreatif.
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabilaada saran dankritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalahhamba Allah yang tak luput dari salah khilaf dan lupa.














DAFTAR PUSTAKA

Nuruddin. 2012. Ulumul hadist. Bandung. PT Remaja rosdakarya
Suparta munzier. 2003. Ilmu hadist. Jakarta. PT Raja grafindo persada
_____, ”Ilmu Rijalil Hadits: Tarikh Al-Ruwwat/Thabaqat Al-Ruwwat.”, Tafsir_Hadits.com, diakses dari http://tafsirhaditsuinsgdbdgangkatan2009.blogspot.com/2014/02/ilmu-rijalil-hadits-tarikh-al.html,  pada tanggal 17 oktober 2015 pada pukul 10.02.



[1] Drs. Munzier Suparta, MA. ILMU HADIST.  Jakarta. PT. Raja Grafida persada. 2003. Hal 34
[2] Dr. nuruddin.  ‘ulumul HADIST. Pt .remaja rosdakarya. Jakarta. 2012 hal 136-139
[3] http://tafsirhaditsuinsgdbdgangkatan2009.blogspot.com/2014/02/ilmu-rijalil-hadits-tarikh-al.html,  pada tanggal 17 oktober 2015 pada pukul 10.02
[4] Ibid Dr. nuruddin.  2012 hal 139-140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar